Freeport-McMoRan, sebuah perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat (AS), akhirnya memberikan pernyataan resmi mengenai kesepakatan divestasi saham sebesar 12% di PT Freeport Indonesia (PTFI) kepada pemerintah Indonesia. Kesepakatan ini menjadi salah satu syarat penting bagi Freeport untuk mendapatkan perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) setelah tahun 2041.
Menurut laporan dari Reuters, pada hari Kamis (2/10/2025), perusahaan tersebut menyatakan bahwa mereka masih dalam proses negosiasi dengan pemerintah Indonesia terkait perpanjangan kontrak tambang tembaga dan emas Grasberg setelah masa berlaku IUPK saat ini berakhir. Juru bicara Freeport-McMoRan menegaskan bahwa pihaknya sedang berupaya keras untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan semua pihak. “Kami akan mengeluarkan pengumuman resmi setelah kesepakatan berhasil diselesaikan,” ujar juru bicara tersebut.
Sebelumnya, CEO Badan Pengelola Investasi Daya Anugrah Nusantara Indonesia (BPI Danantara), Rosan Roeslani, mengungkapkan bahwa Freeport-McMoRan telah sepakat untuk melepas 12% sahamnya di PTFI kepada pemerintah Indonesia. Pernyataan ini disampaikan oleh Rosan dalam acara Peresmian EU Investment Desk di Kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta, pada Selasa (30/9/2025).
Rosan menjelaskan bahwa kesepakatan tersebut tercapai dalam lawatan Presiden Prabowo Subianto dan rombongan ke AS beberapa waktu lalu. Dalam kunjungan tersebut, ia bertemu langsung dengan Chairman Freeport-McMoRan Richard Adkerson dan CEO Freeport-McMoRan Kathleen Quirk. “Mereka sudah setuju untuk memberikan saham 12% secara gratis,” ujarnya.
Awalnya, Indonesia menargetkan divestasi sebesar 10%. Namun, setelah melalui proses negosiasi, Indonesia dan Freeport berhasil mencapai kesepakatan untuk pelepasan saham yang lebih besar. “Kita negosiasi tadi, yang dulunya secara bertahap 10% tapi alhamdulillah 12% sekarang,” imbuh Rosan.
Berdasarkan catatan dari Bisnis, penambahan saham sebesar 12% ini akan semakin memperkuat posisi Indonesia dalam kepemilikan PT Freeport Indonesia. Sebelumnya, lewat divestasi pada tahun 2018, Indonesia telah menguasai 51,2% saham perusahaan tambang emas dan tembaga raksasa itu melalui Inalum (MIND ID). Dengan divestasi tambahan 10%, kepemilikan saham MIND ID di PTFI akan bertambah menjadi sekitar 61%, atau bila tambahan saham 12% maka menjadi 63,2%.
Proses Negosiasi dan Dampak Ekonomi
Negosiasi antara Indonesia dan Freeport-McMoRan telah berlangsung cukup panjang. Awalnya, pihak Indonesia menetapkan target divestasi sebesar 10%. Namun, melalui komunikasi intensif dan pembicaraan yang terus-menerus, kedua belah pihak berhasil mencapai kesepakatan yang lebih tinggi, yaitu 12%. Hal ini menunjukkan adanya kesepahaman yang kuat antara pemerintah Indonesia dan Freeport-McMoRan dalam memenuhi kepentingan nasional serta menjaga stabilitas bisnis.
Dari sisi ekonomi, peningkatan kepemilikan saham pemerintah di PTFI memiliki dampak signifikan. Saat ini, MIND ID telah memiliki 51,2% saham. Dengan tambahan 12%, kepemilikan saham MIND ID akan meningkat menjadi 63,2%. Ini akan memberikan kontrol yang lebih besar bagi pemerintah Indonesia atas operasi tambang Grasberg, salah satu sumber daya alam terbesar di dunia.
Tantangan dan Peluang di Masa Depan
Meskipun kesepakatan ini merupakan langkah positif, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah menjaga keseimbangan antara kepentingan pemerintah dan investor asing. Freeport-McMoRan tetap memainkan peran penting dalam pengelolaan tambang Grasberg, sehingga diperlukan kerja sama yang baik agar tidak mengganggu operasional bisnis.
Selain itu, perlu juga dipastikan bahwa divestasi saham tidak mengurangi efisiensi dan produktivitas perusahaan. Dengan kontrol yang lebih besar, pemerintah Indonesia dapat memastikan bahwa manfaat dari tambang Grasberg dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, termasuk dalam bentuk pajak, investasi, dan pengembangan daerah.
Kesimpulan
Kesepakatan divestasi saham 12% oleh Freeport-McMoRan kepada pemerintah Indonesia menandai sebuah langkah penting dalam hubungan bilateral antara dua negara. Ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia dalam kepemilikan saham PTFI, tetapi juga menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional dan investasi asing. Dengan kesepakatan ini, diharapkan bisa membuka peluang baru dalam pengembangan industri pertambangan di Indonesia.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!